KEL. KAWATUNA

Sejarah Singkat

Sejarah Singkat Kelurahan Kawatuna

Untuk lebih mengetahui dan pendalaman mengenai Kaawatuna kita mulai dengan sejarah bagaimana sehingga Kelurahan Kawatuna pada saat sekarang ini. Sebagaimana lazimnya cerita suku-suku bangsa yang mendiami persada nusantara, demikian halnya dengan suku Kaili Tara yang sebagian besar penduduknya pada awalnya berada di ilayah Kawatuna, Poboya, Lasoani dan Watutela juga mempunyai cerita keberadaannya sebagai mana diwariskan turun temurun secara lisan dan tulisan.

Menurut tradisi lisan, Topo tara memiliki daerah otonom tersendiri pada zaman dahulu dengan kota induk yang bertempat di Watutela, serta mempunyai wilayah membentang dari pegunungan Mamboro (Volo Nisupakara) sampai perbatasan antara Biromaru dengan PEtobo (Pantaledoko). Raja pertama atau Tadulako pertama Topo Tara adalah Mempolo Langi dan Mempelo Lemba (Tadulako Ulu Jadi) yang mempunyai leluhur berasal dari kayangan atau manusia dewa.

Topo Tara pada zaman dahulu dalam melkukan peperangan diimpin oleh Siombo dan Salangga. Keduanya adalah ayah dan anak yang berasal dari Panjaku (Suatu Daerah yang Berada di bagian hulu sungai Kawatuna). Yang membawa pasukan (Tadulako) sebanyak 70 rang. Konon menurut cerita Tadulako yang 70 orang ini sempat mengangkat nama raja-raja Palu ketika itu (Nompaka bose Madika ntiku-ntiku) dengan jasa mereka membantu dalam menaklukan musuh-musuh raja-raja palu yang diantaranya termasuk KErajaan Sigi, Banawa, Tawaili dan Parigi ketika itu di daerah ini.

Berdasarkan sumber lisan, pembagian wilayah Topo Tara dibagi menjadi 4 bagian yaitu Watutela, Poboya, Lasoani dan Kawatuna. Pembagian wilayah ini pertama kalinya dilakukan oleh rurunjobu yang menjadi madika ketika itu, dengan alasan untuk mempermudah dalam mengontrol dan menjalankan roda pemerintahan. Dengan demikian, wilayah ini mulai saat itu mempunyai pemimpin masing-masing. Tetapi masih sama-sama merasa bahwa antara satu dengan yang lainnya mempunyai rasa kekeluargaan yang erat.

Masyarakat Kawatuna pada zaman dahulu mempunyai tempat pemukiman yang berpindah-pindah. Berdasarkan sejarah lisan yang ada, bahwa pada awalnya pemukiman masyarakat Kawatuna berada di Panjaku, Bulu Vivo Volowatu dan Tanamoranu. Kesemua wilayah ini berada di hulu sungai sepanjang pegunungan yang berada dibagian timur Kelurahan Kawatuna sekarang ini. Karena disebabkan oleh keadaan alam dan jarak antara wilayah satu dengan wilayah yang lainnya saling berjauhan, maka masyarakat-masyarakat ini turun kedaerah lembah dan mencari daratan yang rata. Maka dipilihlah Watunonju untuk dijadikan pemukiman penduduk untuk menetap yang sekarang ini banyak ditemukan bukti-bukti sejarah yang diketemukan oleh masyarakat seperti benda-benda pusaka, serta Watunonju (Batu Lesung), sebagai bukti kalu tempat itu pernah dijadikan pemukiman oleh masyarakat.

System pemerintahan ketika itu masih bersifat tradisional, dimana masyarakat tunduk denganaturan yang dikeluarkan oleh Maradika (pemimpin). Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, maka masyarakat memberikan persembahan (upeti) berupa hasil panen kepada Maradika tersebut sekaligus bermakna sebagai bentuk pengakuan kepada seorang pemimpin. Pola pemerintahan tersebut didasarkan pada tatanan adat, yaitu aturan-aturan yang sifatnya mengikat warga adat. Maradika didalam melaksanakan pemerintahannya dibantu oleh dewan adat yang berfungsi sebagai ekssekutif, legislative dan yudikatif. Itulah sebabnya permasalahan yang terjadi diantara sesame masyarakat diselesaikan menurut hokum adat yang berlaku, antara lain sebagai berikut:

  1. Ada nggatuvu (adat kehidupan) seperti ada Mporongo/Mpetambuli (adat pernikahan) da nada Mpeadei (sopan santun)
  2. Ada Ntana adalah norma yang dipakai dalam menjalankan hukum dan sangsi (Ada Mpovaya).

Sistem pemerintahan dan system adat diatas masih dilakukan masyarakat ketika pemukiman mereka berada dilembah Kawatuna. Hal yang menyebabkan masyarakat membentuk pemukiman baru karena alasan pertanian yang sebagian besar berada dilembah Kawatuna.